Gula aren di Kabupaten Bone memiliki
kekhasan bentuk, yaitu kerucut. Bahkan komoditi yang diproduksi dari
usaha rumahan ini, berkembang di sejumlah desa dan kecamatan di daerah
ini. Salah satunya, Desa Poleonro di Kecamatan Ponre.
Desa ini menjadi sentra produksi gula aren, di mana warga di 5
dusun di desa ini hampir sebagian besar bekerja sebagai pembuat gula
aren. Gula aren dari desa ini memiliki ciri khas tersendiri, baik
bentuk maupun cita rasanya. Apalagi pembuatannya masih tradisional.
Dalam proses pembuatan gula tersebut, warga mengambil bahan dasar pembuatan gula dengan menyadap pohon enau yang ada
di Gunung Cimpolong, yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Penyadapan pohon enau ini dilakukan warga dua kali sehari, yaitu
saat pagi hari dan sore hari.
Hasil penyadapan itu menghasilkan cairan manis dari pohon enau, yang sudah tertampung di dalam bambu, yang kemudian dikelola dengan cara memasaknya di wajan yang sudah pula didesain, cairan yang dimasak itu harus selalu diaduk, dan dicetak menjadi bongkahan gula aren dengan menggunakan alat cetak yang
berbentuk kerucut. Alat cetak bongkahan gula aren itu terbuat dari kayu.
Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bone, Siti Nur Hayati mengakui, untuk gula aren memang menjadi komoditi unggulan baik produksi maupun pelaku usahanya.
Bahkan, kata dia, Disperindag Kabupaten Bone belum lama ini memberikan pelatihan terhadap para pembuat gula aren di daerah ini dalam hal pengemasan serta bentuk dari gula aren itu. Pelatihan itu, jelas dia, mengajarkan bagaimana merubah kemasan tradisional ke modern agar dapat dijual di swalayan.
Dia menambahkan, komoditi gula aren di Kabupaten Bone sudah diusulkan dalam program Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) sebagai komoditi unggulan dan produk khas daerah yang tidak saja bahan bakunya, tetapi juga pelaku usahanya yang banyak. "Pada 2011 lalu secara nonformal sebanyak 1, 340 unit usaha dengan nilai produksi Rp 564.007.000.000,"jelasnya.
Siti Nur Hayati juga menjelaskan keunggulan dari gula aren dibandingkan dengan gula lontar, yaitu gula aren memiliki kualitas yang lebih baik karena lebih kering dan kandungan airnya yang kurang, dibandingkan dengan gula lontar. Tak hanya itu, kata dia, kalau gula lontar cepat melempeng karena memiliki kandungan air yang banyak.
Sementara itu, salah seorang pembuat gula merah di Dusun Ari, Israilah, 60 tahun, mengatakan, dalam sehari dia dapat membuat puluhan butir gula merah. Pembuatan gula merah itu, kata dia, diawali dengan melakukan penyadapan tandan bunga jantan yang mengeluarkan cairan manis atau nira yang menetes.
Cairan dari tandan bunga jantan itu ditadah dengan menggunakan bambu yang sudah didesain khusus untuk menampung cairan tersebut. Cairan itu pun dimasak di wajan dengan proses memasak cairan enau membutuhkan waktu dua sampai tiga jam, kemudian dicetak menjadi bongkahan gula aren dengan menggunakan alat cetak yang berbentuk kerucut.
Salah seorang warga Watampone, Waris, mengaku, sangat menyukai kue tradisional yang menggunakan gula aren sebagai bahan pemanis kue tradisional itu. Menurut dia, jika menggunakan gula aren rasa kue selain manis, juga memiliki rasa yang khas.
Dalam proses pembuatan gula tersebut, warga mengambil bahan dasar pembuatan gula dengan menyadap pohon enau yang ada
di Gunung Cimpolong, yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Penyadapan pohon enau ini dilakukan warga dua kali sehari, yaitu
saat pagi hari dan sore hari.
Hasil penyadapan itu menghasilkan cairan manis dari pohon enau, yang sudah tertampung di dalam bambu, yang kemudian dikelola dengan cara memasaknya di wajan yang sudah pula didesain, cairan yang dimasak itu harus selalu diaduk, dan dicetak menjadi bongkahan gula aren dengan menggunakan alat cetak yang
berbentuk kerucut. Alat cetak bongkahan gula aren itu terbuat dari kayu.
Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bone, Siti Nur Hayati mengakui, untuk gula aren memang menjadi komoditi unggulan baik produksi maupun pelaku usahanya.
Bahkan, kata dia, Disperindag Kabupaten Bone belum lama ini memberikan pelatihan terhadap para pembuat gula aren di daerah ini dalam hal pengemasan serta bentuk dari gula aren itu. Pelatihan itu, jelas dia, mengajarkan bagaimana merubah kemasan tradisional ke modern agar dapat dijual di swalayan.
Dia menambahkan, komoditi gula aren di Kabupaten Bone sudah diusulkan dalam program Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) sebagai komoditi unggulan dan produk khas daerah yang tidak saja bahan bakunya, tetapi juga pelaku usahanya yang banyak. "Pada 2011 lalu secara nonformal sebanyak 1, 340 unit usaha dengan nilai produksi Rp 564.007.000.000,"jelasnya.
Siti Nur Hayati juga menjelaskan keunggulan dari gula aren dibandingkan dengan gula lontar, yaitu gula aren memiliki kualitas yang lebih baik karena lebih kering dan kandungan airnya yang kurang, dibandingkan dengan gula lontar. Tak hanya itu, kata dia, kalau gula lontar cepat melempeng karena memiliki kandungan air yang banyak.
Sementara itu, salah seorang pembuat gula merah di Dusun Ari, Israilah, 60 tahun, mengatakan, dalam sehari dia dapat membuat puluhan butir gula merah. Pembuatan gula merah itu, kata dia, diawali dengan melakukan penyadapan tandan bunga jantan yang mengeluarkan cairan manis atau nira yang menetes.
Cairan dari tandan bunga jantan itu ditadah dengan menggunakan bambu yang sudah didesain khusus untuk menampung cairan tersebut. Cairan itu pun dimasak di wajan dengan proses memasak cairan enau membutuhkan waktu dua sampai tiga jam, kemudian dicetak menjadi bongkahan gula aren dengan menggunakan alat cetak yang berbentuk kerucut.
Salah seorang warga Watampone, Waris, mengaku, sangat menyukai kue tradisional yang menggunakan gula aren sebagai bahan pemanis kue tradisional itu. Menurut dia, jika menggunakan gula aren rasa kue selain manis, juga memiliki rasa yang khas.