- Diekspor ke Mancanegara.
Kepiting
asal Kabupaten Bone terkenal dengan kualitas dan kelezatannya. Bahkan,
kepiting tersebut selain dikomsumsi di tingkat lokal, juga diekspor di
berbagai mancanegara, salah satunya di Jepang.
Namun,
salah satu daerah di Bone sebagai pemasok komoditas kepiting bakau itu,
yakni Kecamatan Cenrana. Di kecamatan ini, hampir sebagian besar
masyarakatnya bekerja sebagai pembudidaya kepiting, terutama untuk jenis
kepiting bakau. Salah satu desa di Cenrana misalnya, Desa Laoni. Di
desa ini sebagaian besarnya warganya bekerja sebagai pembudidaya dan
pengumpul kepiting bakau untuk dijual, baik untuk komsumsi lokal maupun
diekspor ke
mancanegara.
Menurutnya, kepiting yang dibudidayakan atau ditambak oleh warganya memiliki kualitas yang sangat disukai oleh pembeli. Pasalnya, kata dia, kepiting asal
Cenrana memiliki ciri khas rasa yang berbeda karena daging kepiting tersebut tidak berbau lumpur jika dimasak."Itulah yang menjadi ciri khas dan cita rasa dari kepiting bakau asal Cenrana,"jelasnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bone, Wahidah. Dia mengatakan, Kecamatan Cenrana dikenal merupakan penghasil kepiting bakau. Bahkan, tambah dia, kepiting yang berasal dari daerah ini memiliki cita rasa yang berbeda. "Sangat berbeda rasanya, dan memiliki rasa khas tersendiri,"ujarnya.
Wahidah menambahkan, untuk kepiting bakau yang dibudidayakan di Kecamatan Cenrana, tidak berbau lumpur. Sehingga, kualitas daging kepitingnya banyak yang menyukainya. Menurutnya, hasil budidaya kepiting bakau itu selain untuk domestik, juga diekspor hingga keluar negeri, terutama di sejumlah negara di Asia, diantaranya Jepang, China, dan Philipina. "Kepiting bakau asal Cenrana menjadi unggulan lokal dan sudah terkenal tidak di Sulsel saja, tapi manca negara,"ujarnya, Selasa, 2 Oktober.
Dia mengatakan, sejumlah desa yang hampir sebagian besar masyarakatnya sebagai pembudidaya dan pedagang pengumpul kepiting bakau, diantaranya Desa Labotto, Cakkeware, Laoni, Pusunge, Pallime, dan Desa Panyiwi. Hanya saja untuk produktifitas kepiting tersebut di daerah ini, kata Sekretaris DKP Bone ini, dari tahun ke tahun bersifat fluktuatif.
Dia merinci pada 2004 lalu, jumlah produksi kepiting bakau sebanyak 1,717.1 ton, dan 2005 sebanyak 1,526.5 ton, sedangkan untuk 2006 sebanyak 1,510.0 ton, pada 2007 sebanyak 1,310.0 ton, dan sebanyak 1,175.0 ton pada 2008. Sedangkan untuk 2009, sebanyak 1, 032.0 ton, pada 2010 sebanyak 1,180.0 ton, dan 2011 sebanyak1,393.38 ton."Melihat data perkembangan produksi untuk komoditas kepiting bakau, tentu mengalami penurunan produksi yang bersifat fluktuatif,"jelasnya.
Penurunan produksi kepiting bakau itu, lanjutnya, dipengaharui oleh ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau yang berada diwilayah pesisir sungai yang ada di Kecamatan Cenrana. Padahal, di kawasan pohon bakau itulah, kepiting tersebut berkembang biak. Menurutnya, untuk budidaya atau tambak kepiting bakau, untuk bibitnya diambil dari sejumlah wilayah di pesisir sungai di Kecamatan Cenrana.
Sementara itu, salah satu petugas tekhnis DKP Bone, A Masjuni mengatakan, akibat ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau, sehingga untuk produksi kepiting bakau beberapa tahun belakangan ini, mengalami penurunan. Padahal bibit kepiting bakau sendiri banyak ditemukan di muara sungai yang memiliki banyak pohon bakau.
Masjuni mengatakan, dalam setahun para pembudidaya kepiting di Cenrana bisa panen dua kali dalam setahun.